Selasa, 02 April 2013

Hukum Rebana-an (Termasuk Hadlrah)

بِسْـــمِ اللهِ الرَّحْمٰـــنِ الرَّحِيـــم

Assalamu'alaykum. wr’wb.

Bandung dulu baru Jakarta, senyum dulu baru dibaca…

To The Point, ada sebuah pertanyaan di kalangan ibu-ibu pengajian (khususx akhwat kalee), berkenaan dengan perbincangan diseputar “status ke-absahan” dari sebuah pelaksanaan Pengajian yg diselingi dengan adegan ‘Rebana’ (memukul/menabuh) alat pukul –bisa dikategorikan alat musik- yaitu Duff.. ? (Hal ini juga disamakan dengan kesenian Hadlrah).

Pada dasarnya, memukul/menabuh alat musik Duff (Rebana) –orang jawa biasa menamakan gendang- dibolehkan (mubah). Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw :

فصل ما بين الحلال و الحرام الدف والصوت في النكا ح

Artinya : “ Batas antara halal dan haram adalah ‘duff’ dan suara di dalam pernikahan*.” (HR. An Nasa’i 6/ 172-128; Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Al Hakim, dan lainnya dari Muhammad bin Hathib. Di shahihkan oleh al Hakim dan disetujui adz Dzahabi. Dan dihasan-kan oleh Syeikh al Albani di dalam Irwaul Ghalil no. 1994. [Adakah Musik Islami, Muslim Atsari, At Tibyan – Solo, 2003])
*Maksud dari suara dalam pernikahan ialah semacam “nyanyian”,.peny.

Begitu juga hadits Rasululullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan lainnya, hadits berbunyi :

“Dari Amr bin Yahya al-Marzini, dari kakeknya yaitu Abu Hasan, bahwa Nabi saw tidak menyukai nikah sembunyi-sembunyi, sampai ditabuh duff (rebana) dan dinyanyikan : …nyanyian… bla,bla,bla,.peny. hadits dishahihkan oleh Syeikh Abu Ishaq al Huwaini di dalam al-Insyirah fi adabin nikah, hal. 45. (Adakah Musik Islami, Muslim Atsari, At Tibyan – Solo, 2003).
Walaupun hadits ini mengkhusus-kan untuk pernikahan, namun di hadits pertama kalimatx umum,.peny

Begitu juga hadits tentang gadis-gadis kecil menyanyi dan menabuh duff/rebana saat hari raya yang diriwayatkan oleh al Bukhari no. 949 dari ‘Aisyah dan dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda : “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya tiap-tiap kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita.” (HR. al Bukhari no. 952)

Dari uraian hadits-hadits di atas menjelaskan bahwa alat musik tabuh seperti, duff (rebana), gendang, atau sejenisnya adalah dihalalkan (dimubahkan),.peny.

Namun bagaimana jika aktifitas ‘rebanaan’ dipadukan dengan pembacaan sholawat Nabi Muhammad saw?

Dalam hal ini berarti ada dua kasus hukum yang berbeda dilihat dari segi fakta yang terjadi (di masyarakat) –karena pada dasarnya hadits-hadits yg telah dituangkan di atas tidak ada sangkut pautnya dengan sholawat- sehingga perlu arif dan bijaksana baik dalam menghukumi atau pun dihukumi.

Yang pertama adalah hukum tentang menabuh alat musik duff/rebana, yang hukumnya sudah dijelaskan oleh hadits-hadits di atas. Sedangkan yang kedua adalah hukum membaca sholawat.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an :

56. Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi[*]. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Q.S. Al-Ahzab [33] : 56)
[*]. Bershalawat artinya: kalau dari Allah berarti memberi rahmat, dari malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan: Allahuma shalli ‘ala Muhammad.
Dari ayat ini memerintahkan agar kita (kaum muslimin/orang-orang yg beriman) utk bershalawat kepada Nabi saw. Bahkan di dalam hadits Rasulullah saw, akan diberikan ganjaran yg setimpal. Rasulullah saw bersabda :

مَنْ صَلَّـى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
“Barangsiapa memohonkan shalawat atasku sekali, Allah bershalawat atasnya sepuluh kali.” (HR. Muslim, no. 408, dari Abu Hurairah).


Namun bagaimana jika shalawat itu dikumpulkan menjadi satu dengan alat musik duff/rebana (gendang)?

Dalam hal ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dzikir-dzikir dan doa-doa termasuk ibadah-ibadah yang paling utama. Sedangkan ibadah dibangun di atas ittiba’ (mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Tidak seorangpun berhak mensunnahkan dari dzikir-dzikir dan doa-doa yang tidak disunnahkan (oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Lalu menjadikannya sebagai kebiasaan yang rutin, dan orang-orang selalu melaksanakan. Semacam itu termasuk membuat-buat perkara baru dalam agama yang tidak diizinkan Allah. Berbeda dengan doa, yang kadang-kadang seseorang berdoa dengannya dan tidak menjadikannya sebagai sunnah (kebiasaan).” (Dinukil dari Fiqhul Ad’iyah Wal Adzkar, 2/49, karya Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al-Badr).

Membaca shalawat adalah salah satu bagian dari dzikir dan do’a kepada Allah SWT berdasarkan pengertian hadits riwayat Muslim di atas dan ayat Surat al Ahzab : 56. Oleh karena itu, ibadah kepada Allah bersifat “tauqifiyah”, artix udah ada aturane dari sononye dan tidak boleh seorang muslim beribadah semau gue atau se’ena’e udele dewe –becanda.com-.

Kesimpulan

Dari pengertian di atas maka dapat dipahami, bahwa sholawat disertai dengan gendang-gendangan (memukul alat tabuh seperti duff [rebana]), jika dimaksud-kan dalam rangka ibadah kepada Allah SWT, maka ia termasuk perkara baru dan di dalam Islam perkara baru (dlm ibadah) yang tidak disyari’atkan, maka ia tidak dibolehkan karena terkategori “bid’ah”. Bid’ah adalah perkara baru dalam ibadah, yang tidak pernah disyari’atkan oleh Allah dan Rasul_Nya baik di dalam Al Qur’an maupun Sunnah_Nya.

Hadits Rasul saw :



عَنْ ا ُمِّ الـْمُؤْمِنِيْنَ ا ُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشـَة َ رَضِيَ اللهُ عَنـْهَا قـَالـَتْ قـَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلـَّى اللهُ عَلـَيْهِ وَسَلـَّمَ مَنْ اَحْدَثَ فِيْ اَمْرِنـَا هٰذ َا مَا لـَيْسَ مِنـْهُ فـَهُوَ رَدٌّ
(رواه البخارى ومسلم)
وَفِيْ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لـَيْسَ عَلـَيْهِ اَمْرُنَا فـَهُوَ رَدٌّ.


Artinya : Dari Ummul Mu’minin ibunya ‘Abdillah, Aisyah -rodhiyallohu ‘anhaa¬- berkata, telah bersabda Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam-: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan agama kami, padahal tidak kami perintahkan maka hal itu ditolak.” Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim.

Dan dalam riwayat Muslim: “Barangsiapa mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak cocok dengan aturan kami, maka hal itu ditolak.”

Namun menurut hemat kami (peny), bahwa rebana, hadlroh (maulud al habsyi), diba’an dll, adalah merupakan kesenian Islam yang diwariskan oleh para sepuh tetua adat di negeri Islam atau kebiasaan di Indonesia yang akhirnya menjadi sebuah kesenian ke-Islaman. Oleh karena itu, kesenian di dalam Islam pada dasarnya dibolehkan, asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Karena pada dasarnya, alat musik seperti rebana, hadlroh atau gendang dan yang sejenisnya adalah bersifat madaniyah, yang mengikuti hukum asal benda yang mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Kaedah Ushul mengatakan :

الأَ صْلُ فِي الأَشْيَاءِ الإِبَاحَةُ مَا لَمْ يَرِدْ دَلِيْلُ التَّحْرِيْمِ

Hukum asal setiap sesuatu/benda adalah mubah (halal) selama belum ada dalil yang mengharamkannya.

Oleh sebab itu, boleh saja memainkan alat musik seperti rebana (duff), gendang, dan yang sejenisnya, asalkan itu hanya sebatas kesenian yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat sekitar, dengan catatan bahwa hal tersebut tidak diniatkan utk ibadah dan pelaksanaannya tidak bercampur baur dengan pelaksanaan aktifitas ibadah kepada Allah ‘azza wa jalla.

Saran dari penulis, sekiranya kesenian dalam Islam tersebut ingin tetap dilestarikan, alangkah baiknya hanya sebatas bunyi-bunyiannya, atau jika terasa kurang pas bisa dimasukkan unsur sya’ir-sya’ir di dalamnya yang dikarang sendiri, seperti yang ada dalam kesenian hadlrah (maulud al habsyi), asalkan tidak memasukkan bacaan-bacaan sholawat yang mu’tabar (yang sudah dikenal dalam Islam) berasal dari nash-nash yang syar’i.

Demikian sekiranya pendapat yang dapat dikemukakan mengenai status rebana (duff) dan yang lainnya, jika masih terdapat kekurangan di sana-sini, itu karena keterbatasan ke_ilmuan penulis yang faqir ini. Mudah-mudahan masih bisa diambil manfaatnya. Namun jika terdapat perbedaan pandangan atau ada dalil-dalil yang terkuat yang dituangkan, penulis dengan kerelaan dan suka cita dapat menerimanya. Tsaqofah dan ke_ilmuan ke_islaman terus berkembang dengan keberadaan para mujtahid yang selalu bersungguh-sungguh untuk menggali persoalan dan permasalahannya sehingga dapat dituntaskan. Oleh karena itu pintu ijtihad masih terbuka lebar buat para mujtahid atau yg bersungguh-sungguh utk menggali hukum, tentunya dengan kapasitasnya yang memiliki alat dalam ber-ijtihad.

Akhirul Kalam, tegur sapanya sangat diharapkan dan kepada_Nyalah kita semua akan berpulang (kita kembalikan). Wallahu a’lam bish showab

by : فبري الرشيد

4 komentar:

  1. Hukum rebana dipadukan dengan shalawat itu boleh keles.. itu dalil diatas sudah disebutkan

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. lalu bagaimana hukumya jika orang justru terfokus ke cara memainkan alat musiknya ?? bukan malah ke Bacaan sholawatnya.
    didesa saya justru hanya ada acara bersholawat bersama/beramai ramai dngn di iringi alat hadroh. Mengaji bersama/ Membaca al-quran justru di tinggalkan . itu bagai mana hukumnya

    BalasHapus
  4. Afwan, baru aktip kembali. Sdh dijelaskan di bagian akhir tulisan dan penjelasanx, serta saran/masukan yg berharga

    BalasHapus